SYARAT DITERIMANYA SUATU AMALAN

SYARAT DITERIMANYA SUATU AMALAN

Oleh : Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullahu ta’ala

Pertanyaan ke 1 :
Apa sajakah syarat-syarat diterimanya suatu amalan ?

Jawaban :
Syarat-syarat diterimanya suatu amalan di sisi Alloh ada empat perkaranya :

1. Beriman kepada Alloh subhanahu wa ta’ala dan mentauhidkan Alloh subhanahu wa ta’ala dalam segala jenis ibadah.

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, bagi mereka adalah surga firdaus menjadi tempat tinggal.” [QS. Al-kahfi: 107]

Dan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

قل آمنت بالله، ثم استقِمْ

“Katakanlah: Aku beriman kepada Alloh, kemudian istiqomahlah.” [H.R Imam Muslim]

2. Ikhlas. Yaitu beramal karena Alloh subhanahu wa ta’ala semata tanpa ada unsur riya’ (ingin dilihat) dan sum’ah (ingin didengar).

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

“Maka ibadahilah Alloh semata dengan memurnikan Agama kepada-Nya.” [QS. Az-Zumar: 2]

Dan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَن قال لا إله إلا الله مُخلِصًا دخل الجنة

“Barangsiapa yang mengatakan kalimat لا إله إلا الله dalam keadaan dia ikhlas maka dia akan masuk surga.” [Hadits shohih diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan selainnya]

(Riya dan sum’ah adalah engkau beramal dengan suatu amalan agar manusia mendengarmu)

3. Mencocokinya suatu amalan dengan apa yang dibawa oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

“Dan apa-apa yang Rosul perintahkan kepada kalian maka laksanakanlah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” [QS. Al-Hasyr: 7]

Dan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَن عمِل عمَلًا ليسَ عليه أمرُنا فهو رَدٌّ

”Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak.” [H.R Imam Muslim]

4. Hendaknya orang yang beramal itu tidak membatalkan keimanannya dengan melakukan suatu kekufuran atau kesyirikan, dengan dia memalingkan suatu jenis ibadahnya kepada selain Alloh subhanahu wa ta’ala. Semisal dia berdo’a kepada para nabi-nabi dan wali-wali dan orang-orang yang telah meninggal dan meminta pertolongan kepada mereka.

Sungguh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :

الدعاء هو العبادة

”Doa adalah ibadah.” [H.R At Tirmidzi dan beliau mengatakan haditsnya Shohih]

Dan Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan janganlah kamu berdo’a kepada selain Alloh apa-apa yang tidak memberikanmu manfaat dan tidak pula memberikanmu mudhorrot. Sebab jika kamu berbuat yang demikian itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.” [QS. Yunus: 106]

(Orang-orang zholim yakni para pelaku kesyirikan)

Dan juga Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Jika kamu mempersekutukan Alloh, niscaya akan terhapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” [QS. Az Zumar: 65]

Pertanyaan ke 2 :
Apakah makna niat ?

Jawaban :
Niat adalah maksud, dan tempatnya ialah di dalam hati, dan tidak boleh bagi seseorang untuk melafadzkannya karena Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shohabat radiyallahu ‘anhum tidaklah melafadzkan niat.

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ. [الملك: ١٣]

“Maka rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah. Sesungguhnya Dia (Alloh) Maha Mengetahui segala isi hati.” [QS. Al-Mulk: 13]

Dan bersabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى”. [متفق عليه]

“Hanyalah amalan-amalan itu tergantung pada niatnya dan hanyalah bagi tiap-tiap orang baginya apa yang dia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Maknanya : Bahwa sahnya amalan-amalan itu atau diterimanya amalan atau sempurnanya suatu amalan hanyalah tergantung dengan niatnya.

(Lihat syarah dari hadits ini pada Syarah Hadits Arbai’in)

Pertanyaan ke 3 :
Apakah makna dari perkatan orang mengatakan bahwasanya agama letaknya di dalam hati ?

Jawaban :
Kata yang semisal ini diucapkan oleh sebagian orang yang ingin lari dari kewajiban syariat yang dibebankan padanya. Maka perlu diketahui bahwa agama itu mencakup perkara akidah, ibadah dan muamalah.

1. Sesungguhnya perkara-perkara akidah tempatnya di dalam hati, sebagaimana rukun-rukun iman yang dikabarkan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda Beliau :

“الإيمان: أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر، وبالقدَر خيره وشره”. [رواه مسلم]

”Iman adalah engkau beriman kepada Alloh subhanahu wa ta’ala, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya dan Hari Kiamat serta terhadap takdir yang baik dan takdir yang buruk”. (HR Muslim)

2. Sesungguhnya perkara-perkara ibadah dilakukan dengan anggota tubuh disertai dengan niat di dalam hati sebagaimana rukun-rukun Islam yang dikabarkan oleh Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda Beliau :

“بُني الإسلام على خمس: على أن يُعبد الله، ويُكفرَ بما دونه، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وحج البيت، وصيام رمضان”. [رواه مسلم]

”Islam dibangun di atas 5 perkara : Di atas peribadatan kepada Alloh subhanahu wa ta’ala dan pengingkaran terhadap sesembahan selain-Nya, menegakkan Sholat, menunaikan Zakat, melaksanakan Ibadah Haji di Baitulloh dan berpuasa di bulan Romadhon.” (HR. Muslim)

Maka wajib bagi seseorang untuk menerapkan rukun-rukun ini (Iman dan Islam) dalam keadaaan meyakininya di dalam hati dan mengamalkannya dengan anggota tubuh.

3. Banyak kasus yang terjadi dimana kami memperingatkan kaum muslimin untuk menegakkan sholat dan memelihara jenggot maka mereka berkata untuk lari dari kewajiban ini : Agama itu cuma di dalam hati!!

Kami menghukumi seseorang muslim berdasarkan amalan-amalan zhohirnya adapun perkara di dalam hati tidak ada yang mengetahuinya melainkan Alloh subhanahu wa ta’ala semata, seandainya hati seorang ini (yang meningalkan sholat) bersih dan benar maka akan tampak amalan sholat dan zakat dan selainnya dari amalan yang wajib dikerjakan pada badannya. Dan akan tampak jenggot pada wajahnya. Maka sungguh Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia telah mengisyratkan akan hal tersebut dalam sabda Beliau :

“ألا وإن في الجسد مُضغة إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي القلب”

“Maka ketahuilah bahwa dalam jasad itu ada segumpal daging, jika baik segumpal daging tersebut maka akan baik seluruh amalan jasad tersebut (amalan badan), namun apabila segumpal daging ini jelek/rusak maka akan jelek pula seluruh amalan dari jasad tersebut, maka ketahuilah segumpal daging tersebut adalah hati”

Dan berkata Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah : “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan dan bukan pula memperindah diri akan tetapi iman itu adalah sesuatu yang melekat di dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.”

Dan berkata Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah : “Iman adalah perkataan (hati dan lisan) dan amalan (hati dan lisan) serta ia bertambah dan juga berkurang.”

Dan berkata seorang Salaf : Iman adalah keyakinan dalam hati, dan diucapkan dengan lisan serta diamalkan dengan anggota tubuh.
[Lihat Fathul Bari, Juz 1 hal. 46]

Berkata Imam Al-Bukhori rahimahullah : “Bab bertingkat-tingkatnya ahlul iman dalam berbagai amalan.” [Juz 1 hal 11]

Pertanyaan ke 4 :
Apa sajakah syarat-syarat diterimanya tobat ?

Jawaban :
Syarat-syarat diterimanya tobat adalah sebagai berikut :

1. Ikhlas : Tobat seorang pelaku dosa harus ikhlas karena Alloh subhanahu wa ta’ala semata bukan karena selain-Nya.

2. Menyesal : Seorang pelaku dosa menyesal atas dosa yang telah ia kerjakan.

3. Berlepas diri : Seorang pelaku dosa meninggalkan/berlepas diri dari maksiat yang pernah ia kerjakan.

4. Tidak kembali pada dosa yang ia kerjakan : yakni seorang muslim bertekad untuk tidak kembali pada dosa yang pernah ia lakukan.

5. Istighfar/meminta ampun : Seorang pelaku dosa meminta ampun kepada Alloh subhanahu wa ta’ala dari dosa yang ia kerjakan pada hak-hak Alloh subhanahu wa ta’ala (dosa antara dia dan Alloh subhanahu wa ta’ala, pent-)

6. Menunaikan hak-hak manusia yang ia zholimi (dosa antara dia dan makhluq,pent-) : Ia menunaikan atau mengembalikan hak-hak manusia yang ia rampas atau zholimi, atau memohon maafnya (kalau dosa itu seperti mengibah, pent-)

7. Bertobat pada waktunya : Tobat seorang pelaku dosa harus ia kerjakan semasa hidupnya sebelum datang kematiannya

Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“إن الله يقبل توبة عبده ما لم يُغرغِر”. [حسن رواه الترمذي]

”Sesungguhnnya Alloh subhanahu wa ta’ala menerima tobat hamba-Nya sebelum nyawa sampai dikerongkongnya.” [Hadits hasan diriwaytkan oleh imam At Tirmidzi]

Rujukan :
Majmu’ah Rasail at Taujihat al Islamiyyah li Ishlahil Fardhi wal Mujtama’. [Juz : 1, hal. 254-256]

Sumber :
Channel Telegram : https://telegram.me/salafykendari

Gulir ke Atas